Entahlah tapi ini yang kurasakan. Aku tidak pernah rela jika harus Nampak lebih tua dengan mengerutkan kening hanya karena kemiskinan enggan pergi dari hidupku. Bagiku orang miskin adalah manusia yang semua kotoran materi dan keserakahan terlucuti dari kehidupannya. Tak sedikitpun keserakahan melintasi pikiran-pikirannya, kedua tangannya tidak berlumuran darah poker dan monopoli, jadi kemiskinan bukan kehinaan dalam daftar alam nyata.
Meskipun miskin itu bukan suatu cela dan aib, tapi menikmati miskin hanya dengan duduk dan diam diserambi rumah adalah kebodohan. Karenanya setiap hari aku tetap punya waktu untuk mandi dan berdiri didepan cermin untuk tampil menarik demi mendapat pekerjaan. Karena semua orang miskin mampu menjadi kaya, kerena pribadinya memiliki apa yang dapat mengusir hantu kelaparan, tambalan kehidupan dan kebutuhan.
Kutelusuri jalan kota kecil ini dengan pakaian terbaik didalam lemari kardusku, sambil menenteng bukti nyata yang kuraih dari proses belajar, sebuah tumpukan kertas yang diberi nama “Ijazah”, dan sedikit piagam penghargaan dari orang-orang hebat meski aku tahu itu hanya akan berakhir pada tumpukan berkas-berkas didalam gedung, yang kemudian akan habis termakan debu. Berbekal info lowongan pekerjaan dari surat kabar hari ini kujemput keutaman dan peluang mendapat uang untuk membeli senyuman dari orang sinis terhadap kemiskinan.
Kantor demi kantor, dari seluruh penjuru mata angin telah kumasuki, dan semuanya membuatku geram. Tak ada satupun yang telah mengatakan ini sambil berbisik :
“Sudahlah, anda siapkan saja harga untuk bergabung bersama kami, semuanya harus punya pelicin, simpan saja berkas anda semuanya akan jelas setelah transaksi jelas pula…!!!”
Sungguh sebuah kegilaan. Andai saja mencari pekerjaan bukan sebuah kewajiban yang ditegaskan agama kita. Maka aku lebih memilih miskin dengan menikmati kehidupan sederhana dan teduh. Lagipula, aku lebih memilih menghindari sebuah pekerjaan, atau tidak mendapat pekerjaan yang menurut kondisiku pekerjaan itu keras dan penuh kecurangan, lantas berhenti dari kecurangan itu, karena aku enggan itu ada pada diriku.